6 agama di Indonesia yang di akui
yaitu:
1.
ISLAM
Etika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan
kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut
oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah
berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan
Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah
tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa
prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta),
menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam
Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada
paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B. Cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya :
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B. Cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya :
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
2.
KRISTEN
Sejarah Agama Kristen di Indonesia
Perkembangan Agama Kristen di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 zona waktu.
1. Sebelum kolonialisme Belanda
2. Saat kolonialisme Belanda
3. Setelah kolonialisme Belanda
Sebelum Kolonialisme Belanda
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia
Saat Kolonialisme Belanda
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Yesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.
Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula, VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius, sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa. Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah
Setelah Kolonialisme Belanda
Pada abad ke 20 setelah Belanda pergi dari Indonesia, agama Kristen dan Katolik mulai berkembang pesat. Hal ini dimulai oleh sebuah keadaan pada tahun 1965, ketika terjadi peralihan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Saat itu, Komunisme (dan Atheisme) merupakan hal yang dilarang oleh pemerintah. Semua orang-orang yang tidak beragama, langsung dicap Atheis, dan dengan demikian sangat mudah untuk dituduh sebagai pengikut Komunis. Saat itu, gereja dari berbagai aliran mengalami pertumbuhan jemaat yang pesat, terutama dari orang-orang (sebagian besar beretnis Tionghoa yang berasal dari Cina, yang merupakan negara Komunis) yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah mengenai Komunisme dan Atheisme pada saat itu.
Pada akhir abad ke 20 sampai awal abad 21, banyak misionaris dari Amerika yang menyebarkan aliran Evangelican dan Pentecostal. Aliran yang sering disebut "Karismatik" ini merupakan aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan antara Kristen tradisional, dengan pola pikir modern pada jaman ini
Perkembangan Agama Kristen di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 zona waktu.
1. Sebelum kolonialisme Belanda
2. Saat kolonialisme Belanda
3. Setelah kolonialisme Belanda
Sebelum Kolonialisme Belanda
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia
Saat Kolonialisme Belanda
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Yesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.
Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula, VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius, sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa. Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah
Setelah Kolonialisme Belanda
Pada abad ke 20 setelah Belanda pergi dari Indonesia, agama Kristen dan Katolik mulai berkembang pesat. Hal ini dimulai oleh sebuah keadaan pada tahun 1965, ketika terjadi peralihan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Saat itu, Komunisme (dan Atheisme) merupakan hal yang dilarang oleh pemerintah. Semua orang-orang yang tidak beragama, langsung dicap Atheis, dan dengan demikian sangat mudah untuk dituduh sebagai pengikut Komunis. Saat itu, gereja dari berbagai aliran mengalami pertumbuhan jemaat yang pesat, terutama dari orang-orang (sebagian besar beretnis Tionghoa yang berasal dari Cina, yang merupakan negara Komunis) yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah mengenai Komunisme dan Atheisme pada saat itu.
Pada akhir abad ke 20 sampai awal abad 21, banyak misionaris dari Amerika yang menyebarkan aliran Evangelican dan Pentecostal. Aliran yang sering disebut "Karismatik" ini merupakan aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan antara Kristen tradisional, dengan pola pikir modern pada jaman ini
3.
KHATOLIK
Ada dugaan bahwa agama Kristen sudah
sampai ke Indonesia lebih seribu tahun lalu. Tetapi data sejarah yang ada
mengungkapkan bahwa agama Kristen masuk ke Indonesia bersamaan dengan datangnya
bangsa barat pada Abad XVI. Kemudia orang Indonesia mulai masuk Kristen kali
pertama di Maluku, oleh pekerjaan imam Gereja Roma Katolikyang datang bersama
pedagang Portugis. Pada masa itu terjadi persaingan antar kekuatan
politik,dengan bangsa belanda yang notabennya Kristen Protestan. Persaingan itu
akhirnya dimenagkan oleh Belanda dengan perusahaan dagang VOC. Pihak portugis
terusir meninggalkan jemaat-jemaat Roma Katolik yang kemudian
besarnya diprotestankan. Setelah peristiwa ini, kemudian Gereja
Protestanlah yang lebih pesat perkembangannya di Indonesia.
Pada abad XVIII VOC bangkrut dan
membubarkan diri yang diakibatkan karena korupsi pegawainya. Kemudian
pemerintah kolonial menangani secara langsung kehidupan umat Kristen dengan
membentuk suatu gereja Protestan pemerintah-Inische Kerrk- tepatnya pada
tahun 1835. Dari Inische Kerrk inilah lahir Gereja-gereja Etnis
yang besar di Indonesia bagian Timur, yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa,
gereja Protestan Maluku, dan Gereja Masehi Injili di Timor. Jemaat-jemaat
lainya tergabung dalam satu sinode tersendiri, yaitu Gereja protestan di
Indonesia bagian Barat.
Meskipun demikian, ternyata perlahan
tapi pasti gereja katolikpun masih ikut berkembang dan masih eksis sampai
sekarang. Hal ini dibuktikan dengan jumlah gereja katolik yangterdapat di 33
(34) wilayah di Indonesia. Dengan lebih kurang lima juta
anggota Gereja.
4. HINDU
Masuknya agama Hindu ke Indonesia
terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti
tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya
tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah
Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang
menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan
yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman
melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu
disebut dengan “Vaprakeswara”.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia,
menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah
Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja
Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang
mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu
juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah
prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten,
Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf
Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan
keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara
beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya
disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa
Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan
diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut,
maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri
Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu
berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa
dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan
atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai
Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan
dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa.
Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576
Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat
tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri
Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan
Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan
Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun
856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa
Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang
dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang
berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang
pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760
Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta
dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan.
Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah
Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang
artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian
sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah
Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah
penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa
Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama
Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab
Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab
Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan
Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai
sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah
masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi
seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan
dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi
Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga
munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang
pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal
ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya
Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama
dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di
Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan
datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh
Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman
sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan
Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa.
Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan
Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan
Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu
selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir
abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan
pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan
dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa
beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang
bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu
(Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah
runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat
mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan
adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud
Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama
Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di
Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha
tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis
Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu
berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang
menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan
umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha
Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali
dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang
selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
5. BUDHA
Agama Buddha bagi
bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah agama
baru. Ratusan Tahun yang silam agama ini pernah menjadi pandangan
hidup dan kepribadian bangsa Indonesia tepatnya pada zaman kerajaan
Sriwijaya, kerajaan Maratam Purba dan keprabuan Majapahit.
Candi Borobudur, salah satu warisan kebudayaan bangsa yang amat kita
banggakan tidak lain cerminan dari kejayaan agama Buddha di zaman
lampau.
Sekitar tahun 423 M Bhiksu Gunawarman datang ke negri Cho-
Po (jawa) untuk menyebarluaskan ajaran Buddha. Ternyata ia
memperoleh perlindungan dari penguasa setempat, sehingga misinya
menyebar luaskan ajaran Buddha berjalan lancar. semua ini tercatat
di dalambuku Gunawarman dan jika di dasarkan pada buku ini maka
kemungkinan besar ia adalah seorang perintid pengembangan agama
Buddha di Indonesia pada zaman tersebut.
baru. Ratusan Tahun yang silam agama ini pernah menjadi pandangan
hidup dan kepribadian bangsa Indonesia tepatnya pada zaman kerajaan
Sriwijaya, kerajaan Maratam Purba dan keprabuan Majapahit.
Candi Borobudur, salah satu warisan kebudayaan bangsa yang amat kita
banggakan tidak lain cerminan dari kejayaan agama Buddha di zaman
lampau.
Sekitar tahun 423 M Bhiksu Gunawarman datang ke negri Cho-
Po (jawa) untuk menyebarluaskan ajaran Buddha. Ternyata ia
memperoleh perlindungan dari penguasa setempat, sehingga misinya
menyebar luaskan ajaran Buddha berjalan lancar. semua ini tercatat
di dalambuku Gunawarman dan jika di dasarkan pada buku ini maka
kemungkinan besar ia adalah seorang perintid pengembangan agama
Buddha di Indonesia pada zaman tersebut.
Agama
Buddha Dalam Zaman Penjajahan
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia hanya dikenal
adanya tiga agama yakni agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam
sedangkan agama Buddha tidak disebut-sebut. Hal ini adalah salah
satu sikap Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu. Dengan demikian
agama Buddha dapat dikatakan sudah sima di bumi Indonesia, tetapi
secara tersirat di dalam hati nurani bangsa Indonesia, agama Buddha
masih tetap terasa antara ada dan tiada.
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia hanya dikenal
adanya tiga agama yakni agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam
sedangkan agama Buddha tidak disebut-sebut. Hal ini adalah salah
satu sikap Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu. Dengan demikian
agama Buddha dapat dikatakan sudah sima di bumi Indonesia, tetapi
secara tersirat di dalam hati nurani bangsa Indonesia, agama Buddha
masih tetap terasa antara ada dan tiada.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda di Jakarta didirikan Perhimpunan Theosofi oleh orang-orang Belanda terpelajar.
Tujuan dari Theosofi ini mempelajari inti kebjaksanaan semua agama
dan untuk menciptakan inti persaudaraan yang universal. Theosofi
mengajarkan pula kebijaksanaan dari agama Buddha, di mana seluruh
anggota Thesofi tanpa memandang perbedaan agama, juga mempelajari
agama Buddha. Dari ceramah-ceramah dan meditasi agama Buddha yang
diberikan di Loji Theosofi di Jakarta, Bandung, Medan, Yogyakarta,
Surabaya dan sebagainya, agama Buddha mulai dikenal, dipelajari dan
dihayati. Dari sini lahirlah penganut agama Buddha di Indonesia,
yang setelah Indonesia merdeka mereka menjadi pelopor kebangkitan
kembali agama Buddha di Indonesia.
Perkembangan
Agama Buddha Sejak Kemerdekaan R.I.
Perhimpunan Theosofi y.ang bertujuan untuk membina persaudaraan
universal melalui penghayatan pengetahuan tentang semua agama
termasuk agama Buddha, telah menarik perhatian dan minat orang-orang
Indonesia terpelajar. Dari mempelajari agama Buddha kemudian
timbullah dorongan untuk menghayati dan mengamalkan ajaran agama
Buddha. Dari sinilah bermulanya orang-orang Indonesia terpelajar
mengenal agama Buddha sampai akhirnya menjadi penganut Buddha
Dharma. Orang-orang Indonesia terpelajar yang kemudian menjadi umat
Buddha melalui Theosofi antara lain M.S. Mangunkawatja, Ida Bagus
Jelanti, The Boan An, Drs. Khoe Soe Khiam, Sadono, R.A. Parwati,
Ananda Suyono, I Ketut Tangkas, Slamet Pudjono, Satyadharma, lbu
Jamhir, Ny. Tjoa Hm Hoey, Oka Diputhera dan lain-lainnya. Meskipun
theosofi tidak bertujuan untuk membangkitkan kembali agama Buddha
narnun dari theosofi ini lahir penganut agama Buddha yang kemudian
setelah Indonesia merdeka menjadi pelopor kebangkitan kembali agama
Buddha di Indonesia. Karena itu baik Perhimpunan Theosofi Indonesia
maupun Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia secara tidak langsung
mempunyai andil yang besar dalam kebangkitan kembali agama Buddha di
Indonesia.
Perhimpunan Theosofi y.ang bertujuan untuk membina persaudaraan
universal melalui penghayatan pengetahuan tentang semua agama
termasuk agama Buddha, telah menarik perhatian dan minat orang-orang
Indonesia terpelajar. Dari mempelajari agama Buddha kemudian
timbullah dorongan untuk menghayati dan mengamalkan ajaran agama
Buddha. Dari sinilah bermulanya orang-orang Indonesia terpelajar
mengenal agama Buddha sampai akhirnya menjadi penganut Buddha
Dharma. Orang-orang Indonesia terpelajar yang kemudian menjadi umat
Buddha melalui Theosofi antara lain M.S. Mangunkawatja, Ida Bagus
Jelanti, The Boan An, Drs. Khoe Soe Khiam, Sadono, R.A. Parwati,
Ananda Suyono, I Ketut Tangkas, Slamet Pudjono, Satyadharma, lbu
Jamhir, Ny. Tjoa Hm Hoey, Oka Diputhera dan lain-lainnya. Meskipun
theosofi tidak bertujuan untuk membangkitkan kembali agama Buddha
narnun dari theosofi ini lahir penganut agama Buddha yang kemudian
setelah Indonesia merdeka menjadi pelopor kebangkitan kembali agama
Buddha di Indonesia. Karena itu baik Perhimpunan Theosofi Indonesia
maupun Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia secara tidak langsung
mempunyai andil yang besar dalam kebangkitan kembali agama Buddha di
Indonesia.
6. KONGHUCU
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
(disingkat MATAKIN) adalah
sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu
di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan
umat beragama Khonghucu beserta
lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak
berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa
ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok
yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah
satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han,
atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara .
Kehadiran Agama Khonghucu di Indonesia telah
berlangsung berabad-abad lamanya, Kelenteng Ban Hing
Kiong di Manado
didirikan pada tahun 1819 . Di Surabaya
didirikan tempat ibadah Agama Khonghucu yang disebut mula-mula : Boen
Tjhiang Soe, kemudian dipugar kembali dan disebut sebagai Boen Bio
pada tahun 1906. Sampai dengan sekarang Boen Bio yang terletak di Jalan Kapasan
131, Surabaya masih terpelihara dengan baik dibawah asuhan Majelis Agama
Khonghucu (MAKIN) “Boen Bio” Surabaya.
Di Sala
didirikan Khong Kauw Hwee
sebagai Lembaga Agama Khonghucu pada tahun 1918. Pada tahun 1923 telah diadakan
Kongres pertama Khong Kauw Tjong Hwee
(Lembaga Pusat Agama Khonghucu) di Yogyakarta
dengan kesepakatan memilih kota Bandung
sebagai Pusat. Pada tanggal 25 September
1924
di Bandung diadakan Kongres ke dua yang antara lain membahas tentang Tata Agama
Khonghucu supaya seragam di seluruh kepulauan Nusantara.
Agama Khonghucu di zaman Orde Baru
Di zaman Orde Baru, pemerintahan
Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa
di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa
menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui.
Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai atheis dan komunis),
pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama
yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Kristen
atau Buddha. klenteng
yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa
mengubah nama dan menaungkan diri menjadi vihara yang
merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Agama Khonghucu di zaman orde reformasi
Seusai Orde Baru, pemeluk
kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas
identitas mereka sejak UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama
yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik,
Hindu, Buddha dan Khonghucu.
1 komentar:
Terima kasih Jangan Lupa Kunjungi Blog Saya Ya!! ^^
http://aikawafaith.blogspot.com/
Posting Komentar